Oleh: Daddy Rohanady, Wakil Ketua Fraksi Gerindra DPRD Jabar
Pada dasarnya unit pelaksana teknis Dinas Energi dan
Sumber Daya Mineral (UPTD ESDM) tidak banyak kegiatan karena hanya mendapat
anggaran yang sangat minim. Padahal, sejatinya keberadaan UPTD adalah untuk
melaksanakan tugas-tugas Dinas sesuai dengan wilayah tugasnya masing-masing.
Anggaran yang ada hanya untuk pembiayaan fix cost plus maintenance kantor.
Kegiatan yang sifatnya pelayanan praktis tidak dapat
berjalan maksimal, apalagi pembinaan, pengawasan, dan pengendalian (binwasdal)
terhadap perusahaan pertambangan dan pengguna air tanah dalam. Padahal,
perusahaan pertambangan maupun pemanfaat air tanah dalam, jumlahnya tidak
sedikit di masing-masing wilayah UPTD.
Di sisi lain, Jawa Barat merupakan salah satu
provinsi yang menghasilkan produksi tambang unggulan. Pada 2006, berhasil
dieksplorasi 5.284 ton zeolit, 47.978 ton bentonit, serta pasir besi, semen
pozolan, felspar, dan batu permata/gemstone.
Potensi pertambangan batu mulia umumnya banyak
terdapat di daerah Kabupaten Garut, Tasikmalaya, Kuningan, dan Sukabumi. Dengan
potensi seperti itu, binwasdal merupakan suatu keniscayaan.
Pada kenyataannya, binwasdal hanya dilakukan secara
terbatas. Binwasdal, misalnya di bidang pertambangan, hanya dilakukan terhadap
perusahaan penambangan resmi. Artinya, binwasdal hanya dilakukan kepada mereka
yang berizin resmi. Perusahaan penambangan tanpa izin (PETI) menjadi ranah
aparat penegak hukum (APH). Pengaturan seperti itu memang eksplisit dalam
Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) maupun Rencana Umum Energi Daerah (RUED).
Meskipun demikian, kawan-kawan tetap membantu APH
semaksimal yang bisa mereka lakukan. Padahal PETI dan pengambilan air tanah
dalam tanpa izin menjadikan eksploitasi alam tanpa kontrol. Hal itulah yang
kemudian akan menimbulkan kerusakan alam. Dengan demikian, binwasdal secara
berkala masih sangat diperlukan untuk menyelamatkan lingkungan.
Masing-masing UPTD memiliki cakupan wilayah yang
berbeda. Contoh, UPTD wilayah Ciayumajakuning mencakup 5 kabupaten/kota, yakni
Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Kabupaten Indramayu, dan Kabupaten Kuningan.
Dengan angggaran yang sangat minim, praktis coverage area juga menjadi tidak
maksimal.
Semakin tidak maksimal coverage area di
masing-masing UPTD, akan membuat potensi kerusakan alam kian besar. Belum lagi
UPTD juga harus mengurusi soal sambungan listrik rumah tangga. Ini merupakan
salah stu tupoksi Dinas ESDM yang targetnya menjadi salah satu indikator
kinerja utama (IKU) dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Ternyata, di setiap wilayah pelayanan UPTD, masih
cukup banyak rumah yang belum memiliki sambungan listrik sendiri. Masyarakat
seperti itu juga membutuhkan bantuan penyambungan karena kurang mampu.
Dengan kondisi seperti itu, kiranya hal-hal berikut
layak menjadi catatan. Pertama, butuh penambahan anggaran setiap UPTD secara
keseluruhan. Kedua, pelaksanaan binwasdal terhadap perusahaan tambang dan
perusahaan pemanfaat air tanah dalam dibutuhkan untuk menjaga kelestarian
lingkungan. Ketiga, peningkatan rasio elektrifikasi rumah tangga harus
ditingkatkan. Ini dibuktikan dengan masih banyaknya masyarakat yang mengajukan
penyambungan listrik gratis.
Patut menjadi catatan ada hal yang harus diurai soal
pembagian kewenangan. Ada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 Tentang Sumber Daya
Air, ada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, ada
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Ada pula Perpres 22 Tahun
2017 Tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang merupakan amanat
Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi.
Bahkan, ada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004
Tentang Sumber Daya Air yang dibatalkan atau dinyatakan tidak berlaku
oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 18 Februari 2015 karena
dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Padahal Jabar juga mempunyai Peraturan Daerah Nomor
2 Tahun 2019 Tentang Rencana Umum Energi Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun
2018- 2050. Ada pula Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Pengelolaan
Pertambanngan Mineral dan Batubara, Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2017 Tentang
Pengelolaan Air Tanah, dan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2019 Tentang
Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan
Ketenagalistrikan.
Bagaimana pembagian kewenangannya kini seiring
pemberlakuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja?