Notification

×

Iklan

Iklan

Komisi V: Sekolah Jangan Tahan Hak Siswa Ikut Ujian Karena Belum Lunasi SPP

Senin, 14 September 2020 | 16:55 WIB Last Updated 2020-09-14T09:55:47Z
Abdul Hadi Wijaya

Bandung. Internationalmedia.id.-Wakil Ketua Komisi V DPRD Jabar Abdul Hadi Wijaya meminta sekolah tidak menahan-nahan hak anak Siswa untuk mengikuti penilaian tengah semester (PTS) hanya karena orangtua belum melunasi sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) dan Dana Sumbangan Pendidikan (DSP).

"Hal itu bertentangan dengan strategi Gubernur dibidang pendidikan, yaitu pendidikan berkualitas merata dan terjangkau," katanya saat dihubungi  lewata telepon selularnya, Senin (14/9/2020).

Terlebih Kadisdik Jabar era sebelumnya, telah mengeluarkan himbauan terkait hal tersebut, bahwa sekolah tidak boleh menahan hak anak untuk ikut ujian hanya karena alasan, orangtua belum melunasi SPP dan DSP.

"Edarannya waktu Kadisdik Jabar Dijabat Ibu Dewi Sartika," katanya.
Kalau mereka (pihak sekolah) beralasan yang dilarang itukan,  terkait penilaian tengah semester, alasan itu tidak mendasar.

"Sebab sesungguhnya himbauan ibu Kadisdik tersebut merata sampai ke PTS, bukan hanya ujian akhir saja," tambahnya.

Kadisdik Jabar berani melarang sekolah swasta menahan-nahan hak pendidikan anak. Karena sesungguhnya ada bantuan dari provinsi untuk sekolah, bantuan untuk siswa yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu (KETM).

Untuk tahun ini, bantuan SPP bagi siswa KETM nilainya Rp 550 per siswa per tahun. Bantuan tersebut bisa dicairkan setiap tahun. Namanya bantuan pendidikan menengah universal (BPMU).

Soal siswa yang tidak diterima disekolah negeri karena kuotanya sudah habis tetapi dia punya KETM ada bantuan Rp 2 juta per siswa.

"Memang satu kali dapatnya," katanya. Tinggal sekolah mendafatarkannya, daftar pokok peserta didik( dapodik dan lain sebagainya.
Bila tetap belum menerima dananya, tetapi data-data KETM siswa tersebut bisa dibuktikan Komisi V DPRD Jabar siap membantu.
"Secara anggaran, kami dari pemerintah dan dari DPRD Jabar, khususnya komisi V, mencoba untuk menaikkan terus anggaran-anggaran pendidikan untuk KETM," tegasnya.

Selain itu, sekolah swasta juga punya kewajiban menyediakan 20 persen bantu di sekolahnya untuk siswa miskin, agar angka putus sekolah di jabar bisa turun, dan angka lama sekolah bisa terus meningkat.

Agar pendidikan yang berkualitas merata dan terjangkau. Bisa terlaksana dengan baik, butuh kerjasama dengan sekolah-sekolah swasta.

Supaya tidak ada lagi kasus, anak yang sudah sekolah, tiba-tiba putus sekolah, hanya karena orangtuanya tidak mampu, orangtuanya tidak bisa mengikuti sistem pembayaran yang ditetapkan sekolah.

"Itu sama saja tidak selaras dengan ketentuan gubernur, pendidikan berkualitas merata dan terjangkau," katanya.

Jika ada di antara pihak sekolah yang belum paham dengan kebijakan gubernur silahkan datang ke dewan.

"Dewan itukan wakil dari semua masyarakat ya. Mangga di komunikasikan ke dewan, sehingga kita tahu. Bisa bantu. Dalam kebijakan anggaran. Misalnya, sekolah mengajukan daftar siswa miskin, daftar penunggak. Asal ada datanya, asal bisa dipertanggungjawabkan. Kita bisa advokasi," imbaunya.

Semua itu dilakukan, agar tidak ada lagi sekolah yang menghalang-halangi hak anak untuk belajar, bertindak sesuai dengan keputusannya sendiri, ketentuannya sendiri.

Kalau pelarangan itu tetap dilakukan, bagaimana nanti bila orangtua anak tersebut mengadukan nasibnya ke komnas anak, komnas HAM.

"Kalau pengaduan sudah dilayangkan, sekolah anak pusing, semua akan pusing. Lebih bagus kita cari solusinya. Jangan menahan-nahan, itu solusi yang nggak menyelesaiklan masalah," pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, hari ini siswa SMA/SMK Jawa Barat mulai mengikuti penilaian tengah semester (PTS). Tetapi, ternyata tidak semua anak bisa mengikuti, aksesnya terhalangi. Alasannya karena belum bayar SPP dan DSP. Atau SPP dan DSP nya belum sesuai sistem yang ditetapkan pihak sekolah.(Ter)

×
Berita Terbaru Update