![]() |
| Menteri Pariwisata Widiyanti Putri (5 Kanan), Tiara Maharani (5 kiri), bersama narasumber ITO, usai membuka acara di di Artotel Harmoni-Gajah Mada Jakarta.(29/10/2025) |
Jakarta.Internationalmedia.id.– Pariwisata Indonesia kini bergerak menuju era baru yang menuntut keseimbangan antara keberlanjutan dan pertumbuhan ekonomi.
Semangat itu tercermin dalam Indonesia Tourism Outlook (ITO) 2026 yang telah digelar Forum Wartawan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Forwaparekraf) beberapa waktu lalu, dibuka langsung Menteri Pariwisata Widiyanti Putri, di Artotel Harmoni-Gajah Mada Jakarta.
Ketua Forum Wartawan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Tiara Maharani menyatakan. dengan mengangkat tema Navigasi Menuju Pariwisata yang Lestari, Berdaya, dan Menguntungkan, ITO menjadi forum tahunan yang mempertemukan pemerintah, pelaku industri, investor, dan media untuk membahas arah baru pariwisata Indonesia di tengah perubahan global,” kata Tiara dalam keterangan tertulis yang diterima Selasa (04/11/2025).
Menurut Tiara, Sejak pertama kali digelar pada 2018, ITO hadir sebagai ruang refleksi dan kolaborasi lintas sektor. Forum ini membahas bagaimana industri pariwisata dapat tumbuh secara berkelanjutan dengan menyeimbangkan kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Menyatukan Keberlanjutan dan Profitabilitas
Dalam menghadapi dinamika global, Indonesia dihadapkan pada tantangan untuk tetap kompetitif sambil menegakkan prinsip keberlanjutan.
Sementara itu, Deputi Bidang Industri dan Investasi Pariwisata Kementerian Pariwisata, Rizki Handayani, menegaskan bahwa arah pengembangan pariwisata ke depan membutuhkan dukungan investasi yang cerdas, tidak hanya membangun infrastruktur tetapi juga memperkuat kualitas manusia dan lingkungan.
Badan Koordinasi Penanaman Modal Pariwisata(BKPM) menargertkan investasi pariwisata hingga tahun 2029 mencapai sekitar Rp 350 triliun, dengan fokus lebih dari 50 persen di 10 Destinasi Pariwisata Prioritas (DPP). Angka ini bukan semata-mata tentang pembangunan fisik, tetapi tentang menciptakan nilai tambah yang berkelanjutan,” ujar Rizki.
Ia menambahkan bahwa keberhasilan investasi akan bergantung pada kemampuan daerah dan pelaku industri dalam mengintegrasikan pendekatan ekonomi, sosial, dan lingkungan agar menciptakan efek ganda bagi masyarakat lokal.
Prinsip keberlanjutan tidak hanya diimplementasikan di level kebijakan, tapi juga diwujudkan dalam praktik bisnis sehari-hari. Di Artotel Group misalnya, pendekatan keberlanjutan diterjemahkan ke dalam strategi dan operasional perusahaan.
Daya Saing dan Positioning Destinasi
Praktik keberlanjutan di level bisnis juga berperan penting dalam memperkuat daya saing destinasi. Sejalan dengan itu, Yudhistira Setiawan, SVP Corporate Secretary Injourney, menyampaikan bahwa kekuatan Indonesia bukan hanya pada jumlah destinasi tetapi pada keunikan pengalaman yang ditawarkan.
“Indonesia memiliki aset pariwisata terbesar di Asia Tenggara, tetapi angka kunjungan kita masih tertinggal dibandingkan Thailand dan Malaysia. Untuk itu, setiap destinasi perlu memiliki positioning yang jelas dan berdaya saing,” ujarnya.
Yudhistira menjelaskan bahwa Injourney kini berfokus pada pengembangan lima Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) yaitu Borobudur, Danau Toba, Labuan Bajo, Mandalika, dan Likupang.
Lima pilar pengembangan yang menjadi acuan mencakup atraksi dan program, konektivitas, infrastruktur dan amenitas, pariwisata berkelanjutan, serta people and hospitality.
Pendekatan ini diharapkan menciptakan ekosistem pariwisata yang inklusif, produktif, dan ramah lingkungan.
Melalui ITO 2026, Forwaparekraf menegaskan bahwa keberlanjutan bukan sekadar wacana, melainkan arah baru bagi industri pariwisata Indonesia. Pertumbuhan ekonomi tetap menjadi tujuan, tetapi harus berjalan seiring dengan tanggung jawab sosial dan kelestarian lingkungan.(RBS)
