Notification

×

Iklan

Iklan

Quo Vadis Kota Wisata Tarutung ?

Jumat, 18 Juni 2021 | 15:36 WIB Last Updated 2021-06-18T08:36:08Z

 





Oleh: Happy Marpaung

 

Sejatinya terminologi Quo Vadis ini merupakan  sebuah  adaptasi dari  kalimat  yang terkenal  didunia  kekristenan, adalah kalimat pertanyaan Simon Petrus  kepada Tuhan Yesus saat dia melarikan diri dari  Roma.

 

Tuhan Yesus menjawab bahwa dia akan pulang ke Roma untuk disalibkan  kedua kali dan Simon Petrus terhenyak sadar serta  diapun balik ke Roma kemudian ditangkap dan disalibkan terbalik.

 

Kalimat ini  menggugah kita pada iman agar  percaya penuh kepada Tuhan Yesus juru selamat yang selalu setia mendampingi umatNya .

 

Barangkali inilah latar belakang  komunitas Bisukma sebuah LSM yang mengabdikan diri untuk kepentingan pembangunan Tapanuli Utara  yang  secara serius menengarai  kota Tarutung  perlu  dikembalikan pada posisi pathnya sebagai  kota rohani yang konsisten.

 

Bukanlah eksodus pada kota sekuler sehingga perlu melibatkan banyak pakar pariwisata serta kerohanian yang  terpanggil untuk bicara  pada sesi webinar baru-baru ini di Tarutung.

 

Kalimat  pertanyaan Quo vadis   yang dipakai memang bermuatan  spektrum  keillahian  namun  bisa ditanggap  bahwa  kota Tarutung  adalah Destino atau Destiny yang dalam bahasa nomenklatur Alkitab ialah tujuan hidup  dan dapat  diasosiasikan  saat ini sebagai destinasi.

 

Namun kalaupun Tarutung beralasan dikembangkan menjadi kota Destinasi wisata rohani  yang lumrah disebut sebagai  Pilgrimage Tourism   maka tentu hal itu  berkaitan erat dengan beberapa hal  krusial  untuk dikaji  dalam setting sistem kepariwisataan yakni  pertama dari  aspek Atraksi yang  sejatinya selaras dan konsisten ditawarkan sebagai primadona(highlight).

 

Tarutung yang sarat menyimpan banyak harta terpendam yang unik, luar biasa dan asli  yakni  kisah klasik historis dengan bukti situs penyebaran kekristenan yang diparkarsai Ephorus pertama  Nomensen  di tanah Batak berdiaspora keseluruh dunia telah  menjadi kota  legendaris yang menarik.

 

Situs  tersebut  dapat dipetakan dalam betuk spoting itenarary dan sebaiknya konsisten bahwa pengembangkan daerah objek dan daya tarik  tersebut didesain dari paragmen Alkitabiah memberikan ilustrasi yang  memperkaya rohani  kekristenan.

 

Foto: Happy Marpaung bersama Pengurus Gereja Odenbuhl (Negara Bagian Jerman),
gereja yang dilayani Nomensen di pulau Norstrand

Daerah  marjinal  penyangga  didesain misalnya saja Dolok Martimbang  sebagai  bukit Golgata  akan memperkaya image  paket tur yang ditawarkan  sebagai kota ziarah serta dalam kegiatan yang memperkaya pengalaman yang kelak dibuatkan calendar of event.

 

Dalam segi penataan wilayah resor sebaiknya menyodorkan objek dan daya tariknya yang dapat dihasilkan oleh alam serta buatan manusia dimana  ekspektasi wisatawan dapat melakukan kegiatan yang menarik(atractif).

 

Dengan demikian, mereka dapat singgah lebih lama (length of stay) dan tingkat huni kamar (occupancy room) dan turn over dari restoran serta spend the money akan meningkat memberikan benefit kepada lingkungan ialah berupa multiflier effect serta trickle down effect direct.


Inilah dampak yang luar biasa dalam industri kepariwisataan  dalam skala ekonomi  berkerakyatan.

 

Penataan dengan pilihan  Itenerary inilah yang kelak  menjadi produk  yang dijual dalam bentuk paket tur (Tour pakage)  dan  ditawarkan  di bursa Industri Kepariwisataan dunia seperti Tourim Borse di Jerman dan lainnya sebagai pariwisata khusus.

 

Pemerintah daerah Tapanuli Utara dapat bekerjasama dengan Akademi Pariwisata ULCLA Tarutung, satu satunya Akademi Pariwisata unggulan dikawasan SUMUT Barat yang dirancang untuk memberdayakan sumber manusia lokal  menawarkan mata kuliah Tour and Travel pakage serta kajian Tourguiding akan menolong Pemkab Tapanuli Utara membenahi desain itenarary produk yang ditawarkan  Tapanuli Utara.

 

Yang kedua ialah aspek Aksesiblitas, yakni kemudahan yang ditawarkan untuk dapat mencapai spot itinarry dengan mudah berupa jalan interkoneksi dan  armada bus angkutan publik secara regular khususnya week end dan sarana  shuttle bus yang memadai.

 

Jalan yang menghubungkan daerah kantong wisatawan dari Parapat, Samosir serta Sibolga dengan spot wisata yang ditawarkan termasuk desa wisata yang di unggulkan memenuhi minat wisatawan menyaksikan kehidupan sehari hari dan seni budaya Tapanuli.

 

Yang ketiga ialah aspek Amenities berupa fasilitas yamg dibutuhkan wisatawan berupa akomodasi seperti homestay yang disediakan di desa wisata sehingga wisatawan dapat tinggal bersama memahami budaya lokal  sebagai kegiatan yang membuat betah untuk tinggal lama (length of stay).

 

Pusat Kesenian Batak, Galerry, museum etnik dan cafe serta  seni kuliner tradisional menjadi lawatan wajib para wisatawan.

 

Yang keempat ialah Political Will Pemkab Taput yang mendasarkan kebijakan pengembangan dalam bentuk Perda dan Ripparda  menjadi dasar hukum normatif perancangan pembangunan di Kabupaten Taput  menjadi terarah dan terjamin,

 

Yang kelima yang juga perlu ialah Host Hospitalitas yakni kesadaran masyarakat lokal untuk menyambut wisatawan yang membutuhkan keamanan serta ketertiban yang dewasa ini telah diformat secara global menjadi sebuah kode etik kepariwisataan dunia yang harus dipahami seluruh stake holder.

 

Adapun konsep krusial  kebijakan pembangunan  kepariwisataan di wilayah Taput  menjadi bermanfaat dan terarah para Akademisi melihatnya dari  sisi postulat teori.

 

Perlu disadari para pemegang otoritas  bahwa  impact pengembangan memiliki dua  sisi secara empiris yakni  benefit dan disbenefit.

 

Dua teori dan satu filsafat sebagai  draft akademik (academic draft)  tersebut  mengarahkan kebijakan pengembangan kepariwisataan dengan mengandalkan  teori Sustainable of tourism development  yang mendasarkan pemahaman  bahwa prioritas pembangunan kepariwisataan harus berbasis pada program  kelestarian lingkungan(environment conservation/Green Tourism).

 

Manfaat untuk masyarakat lokal dan pelaksanaan harus menyertakan peran  masyarakat pribumi serta perduli dengan living law (kebijakan lokal) seperti bius dan horja .

 

Teori lain yang mampu menjelaskan perspektif serta cakrawala pengembangan  ialah teori sosial Struktural functional yang mendalilkan bahwa basis pembangunan kepariwisataan di kawasan Tapanuli Utara dapat dikembangkan dengan memanfaatkan sinergitas  dengan masyarakat  lokal sebagai mitra (stake holders) bersimbiosis mutualistic termasuk didalamnya adalah komunitas kerohanian dan akademisi. 

 

Artinya program pembangunan kepariwisataan  dilakukan di wilayah Taput  adalah dengan penyertaan peran masyarakat banyak.

 

Masyarakat Tapanuli Utara  akan mendapatkan peluang  bisnis dan dengan sendirinya akan meningkatkan PAD. Ini sangat bagus meraih kesejahteraan masyarakat di wilayah Tapanuli Utara.

 

Kebutuhan pemahaman Filsafat Pariwisata dalam konsiderans hukum positif  untuk mendesain Perda dan Ripparda akan mengarahkan mindset kita bahwa   produk oriented lebih bernilai dari pada market oriented serta harmoni kutub eksplorasi seimbang dengan kutub maintennas.

 

Hal ini yang menjadi dasar pemahaman akan pembangunan kepariwisataan ideal yang berbasis pada etika, estetika dan ekosistem dan serta penataan kawasan wisatapun yang dikembangkan di Kabupaten Taput akan terarah pada keseimbangan dan berkelanjutan.

 

Perlu pula dipahami pembangunan pariwisata tidak seperti makan cabe rawit, begitu dimakan dan terasa pedsnya.Untuk menjadikan kawasan destinasi mendapatkan cap branded perlu waktu dan kesabaran.

 

 

 

Happy Marpaung adalah:

Dosen Akademi Pariwisata ULCLA Tarutung

Wartawan Senior di Bandung

Penulis buku Dasar Kepariwisataaan yang pertama di Indonesia

Mantan Direktur Program Pascasarjana  Departemen Kepariwisataan RI

Dosen di program Doktor  UNPAD, Studi pembangunan ITB, USU serta Unpar Bandung

Nara sumber Pemerintah  tentang UU Kepariwisataan di komisi X DPRRI

Mendapat  Lencana  Emas Kesetiaan  XXX tahun dari Presiden  Jokowi.

.

×
Berita Terbaru Update