![]() |
Ketua Harian Komite Pemulihan Ekonomi Jabar,Ipong Witono |
Bandung.Internationalmedia.id.-Minat perusahaan global dan nasional untuk melakukan investasi di Jawa Barat (Jabar) masih sangat tinggi meski pandemi COVID-19 masih berlangsung. Hingga akhir 2020 diperkirakan angkanya mencapai Rp 380 triliun.
Bila sebagian dari total investasi itu pengerjaannya
diberikan kepada pengusaha lokal, maka dunia usaha Jabar akan kembali tumbuh.
Angka komitmen investasi tersebut hasil dari diselenggarakannya West Java
Investment Summits (WJIS) 2020 di Kota Bandung. Angka tersebut menimbulkan harapan
akan pemulihan masa depan perekonomian Jabar di masa mendatang.
“Kita berharap 10-20 persen dari proyek investasi
itu dikerjakan oleh pengusaha lokal dan regional Jabar sehingga mereka bisa
recovery dan perekonomian kota kabupaten di Jabar akan bisa tumbuh,”ujar
Ketua Harian Komite Pemulihan Ekonomi Jabar Ipong Witono saat jadi pembicara
dalam webinar “Resiliensi Ekonomi di Tengah Pandemi, Menatap Peluang E-Commerce
Jawa Barat” yang diselenggarakan oleh Biro Pusat Statistik Jabar, Selasa
(17/11/2020).
Saat ini, menurut Ipong, sebanyak 1.983 perusahaan
dengan jumlah buruh 111.985 orang terdampak COVID-19. Dari jumlah tersebut 983
perusahaan merumahkan karyawannya dengan jumlah 80.138 pekerja, dan 460
perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 19.089 pekerja.
Namun demikian, pada triwulan keempat diharapkan ekonomi Jabar akan segera
pulih karena adanya beberapa peluang pertumbuhan.
Adanya beberapa proyek strategis seperti Pelabuhan
Patimban di Subang dan juga pengembangan kawasan ekonomi khusus Rebana bisa
memberikan pertumbuhan ekonomi yang bagus untuk daerah. Hanya saja, pengusaha
lokal harus bisa terlibat dalam pengerjaannya sehingga berkontribusi pada
perekonomian Jabar yang saat ini tengah mengalami kontraksi cukup dalam.
Ipong mengakui, kontraksi ekonomi yang terjadi di
Jabar lebih tinggi dari nasional. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan kedua di
Jabar mencapai minus 5,98 persen, lebih tinggi dari nasional yang minus 5,05
persen. Demikian pula pada triwulan ketiga mengalami minus 4,08 persen, lebih
tinggi dari nasional yang minus 3,49 persen.
“Penurunan kinerja ekonomi Jabar ini dipengaruhi
oleh kebijakan yang lebih besar di luar kendali Pemprov Jabar seperti PSBB
Jakarta,” jelasnya.
Namun, tambah Ipong, bila melihat secara lebih
detail ia melihat ada beberapa sektor yang masih tumbuh dan bisa menjadi pemicu
pemulihan dan pertumbuhan ekonomi di masa pandemi ini. “Sektor informasi dan
komunikasi masih bertumbuh 1,73 persen. Selain itu, kekuatan ekonomi Jabar juga
ditopang oleh UMKM, ketahanan pangan, dan posisi Jabar sebagai pusat manufaktur
nasional. Semua ini menjadi trigger pemulihan ekonomi,” kata Ipong.
Khusus UMKM, ipong menjelaskan, saat ini Komite
Pemulihan Ekonomi Jabar tengah melakukan percetapan digitalisasi ekonomi. Dalam
pandangan KPED Jabar, pada masa pandemi, kebutuhan digitalisasi semakin
meningkat. Saat ini sedang melakukan pendataan terhadap UMKM yang mendapatkan
stimulus dari pemerintah untuk dipilah UMKM yang bisa dilakukan digitalisasi
dan yang tidak.
“Baru 13 persen UMKM yang masuk digitalisasi. Masih
banyak yang belum karena UMKM ini yang terbanyak di sektor mikro. Kami sedang
mengembangkan keunggulan ekonomi berbasis wilayah supaya bisa melakukan
perdagangan intra. Sedang dibuatkan model-model bisnis barunya,” jelas Ipong.(Ter)