![]() | |||
Prosesi peresmian oleh Dewan Pembina, Dr Reda Manthovani dengan menyerahkan potongan tumpeng kepada Adilla Meytiara Intan |
Banyak Investasi Tiongkok di kawasan industri strategis Indonesia menawarkan peluang seperti transfer teknologi, penciptaan lapangan kerja, dan pengembangan infrastruktur, namun juga menghadapi risiko terkait ketidakseimbangan neraca dagang, masalah lingkungan, sosial, dan hambatan budaya.
Mencermati hal tersebut, Sekolah Tinggi Hukum (STIH) Adhiyaksa Jakarta, membentuk Pusat Kajian Hukum, Kebudayaan, dan Investasi Indonesia-Tiongkok, sebagai upaya turut berkontribusi strategis bagi negara serta mewujudkan visi kampus yaitu ikut memberikan dampak dan kontribusi nyata dalam pembangunan nasional dan global. Pusat Kajian ini, secara resmi diluncurkan pada Jumat 10 Oktober 2025
Ketua STIH Adhyaksa, Hasbullah, dalam sambutannya menyampaikan bahwa melalui riset, advokasi, dan pendampingan strategis, pusat kajian ini diharapkan mampu membantu, menjawab berbagai hambatan hukum, sekaligus memperkuat harmonisasi regulasi, agar investasi kedua negara dapat berjalan lebih efektif, transparan, dan adil, ujarnya.
Hasbullah juga menambahkan, Pusat kajian yang diresmikan merupakan tindak lanjut dari Memorandum of Understanding (MoU) antara STIH Adhyaksa dan Yayasan Nagantara Wiyata Yustisia yang telah ditandatangani tahun lalu.
Selain itu, peresmian ini juga menjadi bagian dari implementasi dua kerja sama sebelumnya yang terjalin melalui kunjungan delegasi STIH Adhyaksa ke Fujian University.
Ada tiga fungsi strategis dari lembaga ini, yaitu : Pertama, sebagai pusat riset dan kajian yang menghasilkan penelitian berkualitas dengan orientasi pada dampak praktis, khususnya dalam memfasilitasi investasi yang lebih lancar, adil, dan berkelanjutan antara Indonesia dan Tiongkok.
Kedua, sebagai pusat konsultasi dan asistensi yang menyediakan layanan konsultasi hukum bagi investor, pelaku usaha, dan institusi pemerintah yang membutuhkan pemahaman mendalam mengenai aspek hukum serta budaya bisnis Indonesia-Tiongkok. Ketiga, sebagai pusat pendidikan dan pelatihan yang menyelenggarakan seminar, workshop, short course, dan program pertukaran untuk meningkatkan literasi hukum dan budaya bisnis antara kedua negara.
Sementara itu, Chairman, Pusat Kajian Hukum, Kebudayaan dan Investasi Indonesia-Tiongkok STIH Adhyaksa, Adilla Meytiara Intan, menyampaikan “Pusat Kajian Hukum, Kebudayaan, dan Investasi Indonesia-Tiongkok terinspirasi dari Pusat Kajian Hukum dan Investasi di Indonesia-Tiongkok di Fujian Polytechnic Normal University.
Kami mengadopsi model mereka dengan satu inovasi penting yaitu menambahkan unsur kebudayaan sebagai salah satu fokus pendidikan,” ujarnya.
Melalui riset, advokasi, dan pendampingan strategis, pusat kajian ini diharapkan mampu membantu menjawab berbagai hambatan hukum sekaligus memperkuat harmonisasi regulasi agar investasi kedua negara dapat berjalan lebih efektif, transparan, dan adil.
Menurutnya, pemahaman terhadap budaya merupakan kunci keberhasilan investasi, terutama di Indonesia yang memiliki keragaman budaya yang luar biasa. Pemahaman terhadap kearifan lokal memiliki pengaruh besar terhadap keberhasilan dan keberlanjutan investasi asing di suatu daerah. Sebab, investasi tidak hanya bergantung pada modal dan regulasi yang ada, tetapi juga pada kemampuan untuk beradaptasi dan menghormati nilai-nilai lokal.
Ketua Yayasan Karya Bhakti Adhyaksa Prof. (HC) Dr. R. Narendra Jatna, juga menyampaikan bahwa investasi Tiongkok telah menjadi salah satu motor penggerak pembangunan nasional. Berbagai kawasan industri strategis dan kawasan ekonomi khusus di sejumlah daerah menjadi bukti nyata bagaimana ekosistem modal mampu mempercepat industrialisasi, membuka lapangan kerja, serta memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global.
Meski membuka peluang yang sangat besar, menurutnya, kerja sama yang terjalin antara Indonesia dan Tiongkok masih menghadapi sejumlah tantangan yang perlu diatasi. Mulai dari ketidakpastian regulasi, birokrasi yang berbelit, umpeng tindih kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah, hingga isu sosial yang kerap muncul di lapangan.
Hambatan-hambatan tersebut sering kali menimbulkan keraguan bagi investor dan berdampak negatif bagi masyarakat. Karena itu, keberadaan Pusat Kajian Hukum, Kebudayaan, dan Investasi Indonesia-Tiongkok menjadi sangat penting sebagai jembatan yang mempertemukan pemerintah, pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat sipil untuk membahas, mengkaji, serta menyusun rekomendasi berbasis bukti terkait investasi bilateral antara kedua negara.
Sebelumnya, STIH Adhyaksa diketahui telah melakukan academic visit ke Hong Kong hingga Tiongkok daratan yang menghasilkan sejumlah capaian penting, diantaranya ;
Pertama, penandatanganan nota kesepahaman dengan dua universitas terkemuka yakni Central China Normal University dan Fujian Polytechnic Normal University yang membuka peluang kerja sama dalam bentuk pertukaran dosen dan mahasiswa, riset bersama, serta kolaborasi berbagai program akademik.
Kedua, pemberian pendampingan dan literasi hukum bagi pekerja migran Indonesia di Hong Kong sebagai bentuk komitmen STIH Adhyaksa memberikan dampak nyata bagi masyarakat, di mana pun mereka berada, termasuk di Tiongkok.
Selain itu, kunjungan tersebut juga membawa kebanggaan tersendiri bagi keluarga besar STIH Adhyaksa, di mana Ketua Yayasan Adhyaksa, Profesor (Honoris Causa) Dr. R. Narendra Jatna, menerima penganugerahan gelar kehormatan dari Fujian Polytechnic Normal University.
Selain Peresmian Pusat Kajian, dilakukan pula prosesi Peluncuran Buku “From Hongkong to Fujian”, dan diskusi panel, diawali dengan paparan dari Dr. Widodo, S.H., M.H. - Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU), yang dalam hal ini disampaikan regulasi yang dilakukan Dirjen AHU, untuk mempercepat proses investasi, termasuk kini pendaftaran dapat dilakukan secara online.
Adapun dalam diskusi panel, tampil sebagai narasumber : Dr. Andre Abraham, S.H., M.Hum., LL.M. - Kepala Biro Hukum Kementerian Investasi dan Hilirisasi/ BKPM, Dr. Rilke Jeffri Huwae, S.H., M.H. - Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian ESDM, Sarjono Turin, S.H., M.H. - Sekretaris Jaksa Agung Muda Intelijen Kejaksaan Agung RI, Brigjen Pol. Yuldi Yusman, S.E., M.
Dalam acara ini, turut hadir Ketua Umum Perhimpunan INTI Teddy Sugianto, Wakil Ketua Umum Harris Chandra, Lexindo Hakim, Kendro Setiawan, Tomy Wistan, Bendahara Umum Esthy Lawrence, dan Dr. Kurnia Setiawan, Ulung Rusman sejumlah pengusaha asal Tiongkok, serta pengusaha Tiongkok yang telah investasi di Indonesia. (RBS)