![]() |
Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, Acep Jamaludin |
Kab.Bandung.Internationalmedia.id.- Wakil Ketua DPRD Jawa Barat Acep Jamaludin mengkritik atas pembangunan sektor pertanian di Jabar yang dinilai belum menyentuh persoalan utama yakni, kesejahteraan petani.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat penurunan Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Barat sebesar 0,53% per Agustus 2025, menjadi 115,61. Menurutnya, angka tersebut membuktikan fakta di lapangan jika petani masih jauh dari kata sejahtera, meskipun produktivitas pertanian terus didorong naik.
“Buat apa produktivitas tinggi kalau petaninya masih hidup dalam kesengsaraan? Apakah petani bukan bagian dari rakyat Jawa Barat yang juga harus disejahterakan,” tegas Acep Jamaludin, Kabupaten Bandung, Selasa (1/10/2025).
Acep Jamaludin pun mempertanyakan orientasi kebijakan Pemerintah Daerah Provinsi Jabar yang dinilai lebih fokus pada pembangunan infrastruktur, tanpa kejelasan bagaimana pembangunan tersebut berdampak secara langsung pada peningkatan kesejahteraan petani.
“Jalan-jalan dibangun katanya untuk memperlancar distribusi hasil panen. Tapi kalau hasil pertaniannya sendiri dibiarkan tanpa perlindungan, untuk apa jalan itu dibangun? Jadi jalan itu untuk fungsi atau hanya sekadar hiasan,” keluhnya.
Lebih lanjut pihaknya pun menyoroti kinerja Dinas Pangan dan Hortikultura Jabar yang dinilai belum menunjukkan langkah konkret dalam mengakselerasi kesejahteraan petani. Menurutnya, rumus sederhana petani sejahtera adalah ketika mereka bisa mendapatkan keuntungan dari hasil produksinya.
Ia menjelaskan agar petani bisa untung, maka setidaknya ada tiga faktor utama yang harus dipenuhi diantaranya; biaya produksi harus rendah, risiko gagal panen ditekan serendah mungkin dan harga jual di pasar harus menguntungkan.
Oleh karena itu, pentingnya negara hadir untuk melindungi para petani kecil, terutama dari tekanan industri besar yang berpotensi meminggirkan petani tradisional. Hal inilah yang harus diperhatikan pemerintah.
“Jangan sampai orientasi pertanian ke depan malah mendorong industrialisasi yang meminggirkan petani. Petani kecil harus dilindungi, dan saya titip reformasi agraria yang sedang berjalan semoga bisa segera direalisasikan secara konkret lewat pembentukan badan penyelenggara yang efektif,” pinta dia.
Ia menegaskan koherensi antara kebijakan, program, dan hasil akhir di lapangan masih belum terwujud, dan ini menjadi tantangan besar bagi Pemdaprov Jabar dalam membenahi sektor pertanian secara menyeluruh.
"Sampai hari ini, saya belum melihat adanya jawaban yang sungguh-sungguh atas pertanyaan, bagaimana kita bisa secara nyata meningkatkan kesejahteraan petani? itu yang harus kita benahi bersama,” ucap dia.
Selain itu, ia juga menegaskan pentingnya kehadiran negara melalui kebijakan agraria yang adil dan berpihak. Menurutnya, industrialisasi pertanian memang membuka peluang ekonomi, tetapi juga memiliki dampak serius jika tidak diimbangi dengan perlindungan terhadap petani tradisional.
“Jangan sampai orientasi pertanian ke depan malah mendorong industrialisasi yang meminggirkan petani. Petani kecil harus dilindungi,” ujarnya.
Dorong Percepatan Reforma Agraria
Sebagai langkah konkret, ia pun mendorong percepatan reforma agraria di Jawa Barat yang saat ini masih berjalan lambat. Ia menekankan perlunya pembentukan sebuah badan penyelenggara reforma agraria yang khusus, efektif, dan memiliki kewenangan jelas agar pelaksanaan kebijakan tersebut tidak hanya berhenti di level wacana.
“Reforma agraria jangan hanya jadi slogan. Harus ada badan penyelenggara yang benar-benar bekerja di lapangan, bukan hanya di atas kertas,” tegas dia.
Menurutnya, keberadaan badan ini penting untuk mengawal proses redistribusi tanah, penyelesaian konflik agraria, hingga pemberdayaan petani yang telah menerima lahan. Tanpa itu, reforma agraria hanya akan menjadi proyek administratif yang tidak menyentuh kesejahteraan rakyat secara nyata.
Di akhir ia pun mengingatkan agar kebijakan pertanian, termasuk reforma agraria, tidak hanya menguntungkan korporasi besar, melainkan benar-benar berpihak pada petani sebagai pelaku utama di sektor pangan. (*)