![]() |
| Keramba di Danau Toba |
Samosir.Internationalmedia.id.- Penggiat Geopark Toba, Dr. Wilmar Eliaser Simandjorang, Dipl.Ec., M.Si menyatakan, pemindahan Keramba di Dabau Toba, dari kawasan Desa Tanjung Bunga–Desa Boho ke Pantai Jungak dan Rumah Holi bukanlah solusi melainkan pemindahan masalah baru.
Jujur saja, terhadap dugaan terjadi kegiatan pemindahan kerambah ini bukan solusi, tapi hanya memindahkan masalah dari satu titik ke titik lain, tanpa menyentuh akar persoalan. Bulan lalu, kita lihat sendiri bagaimana pantai Desa Tanjung Bunga menjadi keruh dan penuh lumpur, disertai dengan kematian ikan secara masif di lokasi kerambah. Itu jelas sinyal bahwa daya dukung danau sudah terlampaui.
Hal ini disampaikan Dr Wilmar Simanjorang dalam wawancara khusus di kediamannya di Samosir, Selasa(16/9) siang.
Kaitan dengan KSPN & KSPPN serta Agenda Budaya dan Lingkungan?, Tentu saja ini bertentangan. Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2014 jelas menyatakan bahwa Danau Toba adalah Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) dan Kawasan Strategis Nasional dari sudut lingkungan (KSPPN).
Ketika kegiatan seperti pemindahan Keramba dilakukan tanpa kajian ilmiah dan menabrak prinsip-prinsip kelestarian, maka itu mencederai semangat perlindungan kawasan ini.
Yang ironis adalah, baru bulan lalu pemerintah menyelenggarakan "Toba Jou-Jou", sebuah event budaya dan lingkungan yang sangat bagus—mengedepankan kearifan lokal, edukasi lingkungan, dan penghormatan terhadap alam Danau Toba. Tapi tak lama kemudian, muncul kebijakan yang justru berpotensi merusak kawasan dan menciptakan citra inkonsisten di mata publik.
Apalagi dalam waktu dekat, kita akan menyambut "King of The Trail", even olahraga alam berskala internasional yang akan menjelajahi jalur-jalur hijau dan pesisir Danau Toba. Kalau ekosistem di Pantai Jungak dan Rumah Holi rusak karena pencemaran kerambah, bagaimana kita bisa mempromosikan Danau Toba sebagai destinasi eco-tourism dan adventure tourism yang berkelanjutan, kata Wilmar.
Kekayaan Ekologis Rumah Holi dalam Bahaya?.Rumah Holi adalah salah satu pantai paling unik di Danau Toba. Di sini ada mata air panas alami yang aktif, ekosistem bawah air yang relatif masih utuh, dan merupakan daya tarik utama bagi wisatawan, baik domestik maupun internasional.
Jika kawasan ini tercemar limbah kerambah—seperti sisa pakan, feses ikan, serta senyawa beracun seperti amonia dan nitrat—akan terjadi eutrofikasi dan kehancuran ekosistem. Kita kehilangan daya tarik wisata, dan masyarakat kehilangan sumber penghidupan.
Selanjutnya pantai Jugang yang berlokasi di antara dua semenanjun adalah merupakan habitat ikan endemic Batak , jika ekosistemnya terganggu tentu akan mengganggu kehidupan ikan endemic dan berangsur-angsur akan berpeluang hilang atau punah.
Apakah izin pemindahan seperti ini seharusnya diberikan?
Sangat tidak layak. Ini bukan hanya soal kebijakan lingkungan, tapi juga soal integritas pemerintah dalam menjalankan komitmen jangka panjang terhadap kelestarian Danau Toba.
Kita tidak bisa bicara "Toba Jou-Jou" hari ini lalu besok memberikan izin keramba di kawasan yang jelas-jelas sensitif. Kalau betul-betul ada kajian AMDAL atau kajian daya dukung, tunjukkan ke publik. Jangan sembunyikan prosesnya.
Dan syukur bahwa menurut informasi yang diperoleh dari pejabat yang membidangi perikanan Pemerintah Kabupaten Samosir tidak ada menerbitkan izin di lokasi tersebut, dan kedua lokasi masih diluar zonasi Keramba yang ada di Perpres 81 tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Danau Toba dan sekitarnya, yang disebut dengan zona A4.
Menurut Wilmar, langkah yang harus dilakukan, pertama, moratorium total terhadap izin keramba baru, khususnya di zona-zona sensitif dan dekat objek wisata. Kedua, pemerintah harus mendampingi petani ikan untuk beralih ke sistem budidaya berbasis darat (seperti bioflok) dan ekonomi alternatif yang ramah lingkungan seperti ekowisata, pertanian organik, atau pemanfaatan energi terbarukan.
Ketiga, kita harus konsisten. Tidak bisa hari ini bicara pelestarian lewat kegiatan budaya seperti Toba Jou-Jou, lalu besok memberi lampu hijau pada aktivitas yang jelas-jelas merusak dan tidak berkelanjutan.
Wilmar yang saat ini tinggal di Samosir kawasan danau Toba meminta agar menjaga konsistensi arah pembangunan. Jangan biarkan kebijakan lingkungan tunduk pada kepentingan sesaat.
Danau Toba adalah living heritage, bukan sekadar objek wisata. Kita sudah punya momentumnya—dari Toba Jou-Jou, program Toba Caldera UNESCO Global Geopark, hingga King of the Trail—sekarang tinggal. kemauan dan keberanian untuk benar-benar menyelamatkan Danau Toba dari kerusakan ekologis yang terus membayangi.(Ter)
