![]() |
Dr Wilmar Simanjorang |
Samosir.Internationalmedia.id.-Belum lama ini BP Toba Caldera UGGp mengumumkan bahwa dalam evaluasi Geopark Global 2025, UNESCO mengusulkan Toba Caldera naik status ke Kartu Hijau(Green Card).
Dr Wilmar Simanjorang, Dipl_Ec.,M.Si, Penggiat Geopark Toba yang selama ini aktif mengikuti perkembangan Geopark Toba, dalam suatu wawancara khusus dengan Internationalmedia.id.-Senin(8/9) pagi di Samosir menyatakan, “Kartu Hijau” untuk Toba, merupakan langkah strategis menatap masa depan”.
Sebagaimana diketahui, pada bulan Juli Tahun 2020 Geopark Toba diterima menjadi TOBA CALDERA UNESCO GLOBAL GEOPARK, dan diberikan 6 Rekomendasi untuk dilaksanakan selama 4 tahun kedepan.
Pada tahun 2024 dijatuhkan kartu kuning karena pengelolaannya lemah dan tak melaksanakan 6 rekomendasi tersebut, sehingga Unesco memberi kesempatan untuk memperbaiki selama tahun 2024-2025.
Karena dianggap telah dilakukan maka diberikan kembali status menjadi Green Card, 6 Sept 2025 kemaren di Sidang UGGp di Chili.
Sidang Global Geopark Network dan Konferensi Internasional GGN berlangsung selama 5-12 September 2025 diikuti oleh delegasi dari ratusan negara, juga langsung dihadiri oleh General Manager Badan Pengelola Toba Caldera UNESCO Global Geopark Dr. Azizul Kholis, SE, M.Si, M.Pd, CMA, CSRS.
Status green card merupakan penilaian tertinggi dalam keanggotaan UGGp. Toba Caldera Geopark berhak menyandang predikat UGGp hingga empat tahun ke depan sebelum menjalani revalidasi ulang.
Saya mengikuti rilis mengenai perkembangan itu dengan antusias. Ini kabar baik dan saya kira sangat layak kita apresiasi. Meski saya tidak hadir langsung di Chile, saya mencermati dan menyimak dengan seksama hasil persidangan itu bagaimana evaluasi itu mengakui kerja keras tim di lapangan.
Kartu Hijau ini bukan sekadar simbol, tapi penegasan bahwa Toba Caldera berada di jalur yang benar. Ada beberapa poin penting yang saya cermati dari evaluasi UNESCO kali ini.
Yang pertama, UNESCO mengakui kemajuan dalam identifikasi geositus baru. Ini penting karena kekayaan geologi Toba memang luar biasa, tapi belum semuanya tereksplorasi dan dipublikasikan dengan baik. Kedua, mereka juga mencatat penguatan narasi geopark yang kini makin mengintegrasikan warisan budaya, alam, dan geologi—ini sangat penting untuk pendidikan publik.
Bagaimana dengan soal manajemen dan pengelolaan?. Betul. Salah satu catatan utama adalah struktur kelembagaan, khususnya Dewan Pakar yang dinilai terlalu besar. Evaluator mendorong agar itu disederhanakan dan diubah menjadi badan operasional yang lebih lincah. Ini kritik membangun yang perlu ditindaklanjuti cepat, karena keberhasilan Geopark sangat bergantung pada tata kelola yang efektif.
Dalam Rilis BP TC UGGp, juga disebut pentingnya edukasi dan promosi yang lebih tajam ?. Saya sangat setuju. Toba itu punya cerita besar—supervulkan terbesar di dunia—tapi belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat umum, bahkan lokal.
UNESCO menyarankan agar edukasi soal bahaya alam, kualitas air, dan konservasi lebih ditonjolkan. Bahan edukasi juga harus lebih sederhana dan menyasar berbagai usia. Ini pekerjaan rumah yang harus kita garap bersama, tak cukup hanya oleh BP Geopark saja.
Soal isu pariwisata dan keterlibatan masyarakat?. UNESCO secara tegas mengingatkan soal bahaya pariwisata massal dan mendorong pendekatan geowisata berkelanjutan. Mereka juga minta agar proyek-proyek besar dikonsultasikan lebih dulu dengan komunitas lokal.
Ini sudah lama menjadi kekhawatiran banyak pegiat seperti saya—bahwa pembangunan tak boleh hanya mengejar angka kunjungan, tapi harus sejalan dengan keberlanjutan dan keadilan bagi warga setempat, kata Wilmar yang saat ini tinggal di Samosir Kawasan Toba.
Soal komunitas adat Parmalim (Agama tradisional dan kepercayaan nenek moyang suku Batak) yang akhirnya mendapat sorotan ?.
Itu poin sangat penting. Di awal, evaluator sempat tidak mendapat informasi soal komunitas adat. Tapi akhirnya terungkap bahwa komunitas Parmalim eksis dan punya nilai budaya yang kuat di kawasan Geopark.
UNESCO merekomendasikan agar mereka dilindungi dan dilibatkan. Ini tanggung jawab moral kita semua agar geopark benar-benar menjadi ruang hidup bersama, bukan sekadar proyek konservasi elit.
Saya kira ini saatnya kita semua—masyarakat, pengelola, pemda, akademisi—bergerak lebih kompak. Kartu Hijau bukan akhir, tapi justru awal dari babak baru. Kalau mau Geopark ini benar-benar bermanfaat, maka harus dibangun dari bawah ke atas, dengan pendidikan yang kuat, wisata yang adil, dan budaya yang dihormati.(Ter)