![]() |
Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo |
Jakarta.Internationalmedia.id.- Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo mengusulkan agar personel Polri yang ditugaskan sebagai penyelidik dan penyidik di satuan reserse, agar diutamakan memiliki latar belakang pendidikan hukum.
Menurutnya, latar belakang kompetensi di bidang hukum sangat penting bagi aparat penegak hukum, khususnya yang menangani perkara tindak pidana.
“Saya kira orang yang ditugaskan sebagai penyelidik dan penyidik di satuan reserse ya minimal pernah ada gelar sarjana hukum. Pernah mengenyam pendidikan hukum. Itu menjadi kriteria sehingga ke depan kepolisian pun harus memikirkan itu,” ujar Rudianto, Jumat (13/6).
Usul tersebut disampaikan Rudianto saat menanggapi usulan dari Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, agar revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur penyelidik dan penyidik memiliki pendidikan S1 Ilmu Hukum.
Politikus Partai Nasdem itu berpandangan, penyelidik dan penyidik memang idealnya memiliki pemahaman yang mumpuni terkait hukum acara, termasuk KUHAP karena selalu berhadapan langsung dengan perkara pidana.
“Penyelidik-penyidik punya harus kompetensi bidang apa? Hukum tentunya. Karena hari-hari dia hukum pidana yang diurus kan. Warga negara melanggar hukum pidana, maka polisi yang melakukan penegakan hukum,” kata Rudianto.
Di samping itulangkah ini penting agar penyidik dan penyelidik Polri setara dengan penegak hukum lain, misalnya jaksa, hakim, dan advokat yang mensyaratkan pendidikan minimal S1 Ilmu Hukum.
“Apalagi kan catur wangsa, misalkan jaksa, hakim kemudian advokat, mereka berlatar-latar Sarjana Hukum gitu kan? Sehingga polisi pun ke depan, penyidik ya harus idealnya memang bergelar sarjana hukum. Intinya adalah mereka punya kompetensi,” katanya.
Meski begitu, Rudianto menegaskan bahwa kebutuhan akan kompetensi hukum tidak harus diperoleh dari perguruan tinggi. Menurutnya, jenjang pendidikan internal di lingkungan Polri juga dapat dimanfaatkan untuk membekali personel dengan pengetahuan hukum yang memadai.
“Bisa dilatih di Lemdiklat Polri misalkan. Tidak harus melalui semangatnya pendidikan di perguruan tinggi, tetapi bisa di instansi internal Polri. Di situ banyak jenjang-jenjang pendidikan internal. Bisa disekolahkan di sekolah reserse, sekolah hukum, ya kan?” katanya.
Ia pun kembali menekankan pentingnya pendidikan hukum agar penyidik Polri memahami secara menyeluruh proses hukum acara pidana.
“Sehingga mereka betul-betul paham, misalkan tentang hukum acara, paham tentang KUHAP yang baru kita dan lain-lain terkait dengan hukum pidana kita. Itu yang paling penting saya kira,” ujar Rudianto.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak sebelumnya mengusulkan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) turut mengatur syarat pendidikan bagi penyelidik dan penyidik. Dia mengusulkan, penyelidik dan penyidik memiliki pendidikan S1 Ilmu Hukum.
"Penyelidik dan penyidik harus berpendidikan serendah-rendahnya strata satu Ilmu Hukum, sehingga seluruh aparat penegak hukum berlatar belakang pendidikan S1 Ilmu Hukum," ujar Johanis saat dihubungi wartawan, Jumat (30/5).
“Saat ini penyelidik dan penyidik tidak disarankan berpendidikan S1 Ilmu Hukum, sedangkan advokat, jaksa, dan hakim sudah disyaratkan harus S1 Ilmu Hukum," katanya.
Selain itu, Johanis juga mengusulkan agar RKUHAP mengatur soal tenggang waktu penyidikan yang dilakukan penyidik.
"Tenggang waktu penyidikan harus diatur dengan jelas dan tegas supaya ada kepastian hukum, begitu juga halnya tenggang waktu proses pemeriksaan persidangan, harus diatur dengan jelas dan tegas agar ada kepastian hukum bagi pencari keadilan," ujar Johanis.
RKUHAP juga perlu mempertegas aturan soal batas waktu penanganan perkara pada tahap penuntutan.
"Pada tahap penuntutan sudah diatur dengan jelas dan tegas tenggang waktu penanganan perkara. Dan hilangkan/tidak perlu lagi Penyidik Pembantu," ujar Johanis.
"Kemudian perlu ada pengaturan mengenai perlindungan terhadap pelapor," katanya menambahkan.
Untuk diketahui, DPR mempercepat pembahasan RKUHAP yang telah lama masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Pimpinan DPR telah mengeluarkan izin untuk menggelar rapat dengar pendapat dan pembahasan RKUHAP pada masa reses.*