Notification

×

Iklan

Iklan

Film "Stories of Hope" Tampilkan Kolaborasi Unik Batik Indonesia dan Shweshwe Afrika Selatan

Kamis, 30 Juni 2022 | 14:40 WIB Last Updated 2022-06-30T07:40:02Z


Jakarta.Internationalmedia.id.-KBRI Pretoria meluncurkan film fesyen bertajuk “Stories of Hope: Bolstering Indonesia-South Africa Relationships Through Fashion" di kanal Youtube KBRI Pretoria (29/06/2022). 


Konten film tersebut menampilkan berbagai karya kolaborasi desain fesyen yang dihasilkan oleh para perancang mode yang berasal dari Indonesia dan Afrika Selatan.


Sedikitnya ada 4 unsur kolaborasi dalam film tersebut. Pertama, menampilkan karya kolaborasi 6 perancang mode, terdiri dari 3 perancang Indonesia (Irmasari Joedawinata, Raegita Oktora, Weda Githa) dan 3 perancang Afrika Selatan (Bianca Malan, Nabeela Francis, Lisakhanya Matya). Para perancang telah bekerja bersama secara virtual sejak November 2021.


Kedua, kolaborasi kain etnik. Film tersebut menyuguhkan karya indah dari keenam  perancang mode yang menggabungkan kain batik khas Indonesia dan kain shweshwe khas Afrika Selatan.


Ketiga, kolaborasi lokasi syuting yang menampilkan lanskap menakjubkan yang dimiliki kedua negara, yaitu Pantai Melasti di Bali dan Pantai Scarborough di Cape Town.


Terakhir, kolaborasi penyelenggara yang melibatkan berbagai pihak dari Indonesia dan Afrika Selatan. 


Dalam memproduksi film ini, KBRI Pretoria bekerja sama dengan Indonesian Fashion Chamber (IFC), TFG (perusahaan retail Afrika Selatan) dan the Imprint Luxury (fasilitator dari Afrika Selatan) serta didukung oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI dan Indonesia Trade Promotion Center (ITPC) Johannesburg.


Kolaborasi merupakan kata kunci dari pembuatan film ini, seperti yang divisikan oleh YM. Salman Al Farisi, Mantan Duta Besar RI untuk Afrika Selatan, selaku penggagas kegiatan ini.


“Semakin kolaboratif sebuah kegiatan, semakin baik upaya diplomasi yang dilakukan," tutur Dubes Salman yang kini menjabat sebagai Sekretaris Jenderal IORA berkedudukan di Mauritius.


Kegiatan kolaboratif ini ditujukan tidak hanya untuk memperkokoh interaksi masyarakat kedua negara, namun juga mempromosikan kekayaan budaya dan ekonomi kreatifnya.


Kemudian, menyampaikan pesan meskipun kedua negara pernah mengalami penjajahan dan perbudakan di masa lalu, namun saat ini keduanya mampu bangkit menjadi negara yang berpengaruh dan disegani di kawasan masing-masing. 


Semua ini terjadi berkat kisah harapan (stories of hope) yang dimiliki masyarakat kedua negara dalam mengatasi setiap tantangan yang menghadang.


Keenam perancang mode dari kedua negara mengaku tertantang ketika bergabung dalam proyek ini, namun merasa senang dan bangga ketika mereka berhasil menyelesaikan karyanya. 


Nabeela Francis mengatakan bahwa dirinya tertantang untuk memadupadankan perbedaan budaya kedua negara dalam karya mereka. Bianca Malan mengungkapkan walaupun para perancang mode berasal dari dua negara yang berbeda, namun tetap dapat bekerja dalam harmoni dan memiliki selera estetika desain yang sama. 


Sementara Lisakhanya Matya menyoroti manfaat dari kegiatan kolaborasi ini yang dinilainya sangat baik untuk rantai nilai sektor retail dan hubungan bilateral kedua negara.


Senada dengan koleganya dari Afrika Selatan, para perancang mode Indonesia juga mengaku bangga dan terkesan dengan kegiatan kolaboratif ini. Raegita Oktora mengaku mendapatkan kehormatan untuk dipercaya menjadi bagian dari kolaborasi ini. 


“Saya mendapatkan banyak pengalaman dan pengetahuan baru dengan menjadi bagian dari kegiatan ini," tuturnya. Irmasari Joedawinata menilai kegiatan ini sebagai pengalaman menarik dan paling berkesan sepanjang karir desain busananya. 


Sementara Weda Githa melihat makna kegiatan ini dari sudut pandang budaya. “Kegiatan ini bernilai positif sebagai salah upaya dalam melestarikan budaya, khususnya wastra tradisional kedua negara melalui karya fashion kontemporer," tuturnya.


Film “Stories of Hope" yang sarat nuansa kolaborasi ini merupakan salah satu upaya untuk menghubungkan kembali keterikatan budaya dan emosi antara masyarakat Indonesia dan Afrika Selatan yang telah terjalin sangat lama. 


Sejatinya Bangsa Indonesia telah mewarnai budaya Afrika Selatan sejak abad ke-17, ketika sejumlah sultan, ulama, dan tokoh masyarakat dari Nusantara diasingkan oleh penjajah Belanda ke Tanjung Harapan di Afrika Selatan. 


Mereka kemudian beranak pinak dan menjadi komunitas besar dengan sebutan “Cape Malay" yang merupakan bagian tak terpisahkan dari masyarakat Afrika Selatan. Saat ini keturunan Indonesia tersebut banyak mengisi berbagai jabatan penting,  baik di pemerintahan maupun sektor lainnya.(marpa)  



×
Berita Terbaru Update