Notification

×

Iklan

Iklan

Ditetapkan, UMP 2022 Jabar Sebesar Rp 1.841.487,31

Sabtu, 20 November 2021 | 21:30 WIB Last Updated 2021-11-20T14:30:46Z
Sekretaris Daerah Setiawan Wangsaatmaja mengumumkan UMP Jabar 2022 di Gedung Sate, Kota Bandung, Sabtu (20/11/2021)

Bandung.Internationalmedia.id.- Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menetapkan upah minimum provinsi (UMP) Jawa Barat 2022 sebesar Rp1.841.487,31, naik Rp 31.135,95 atau 1,72 persen. 

UMP tersebut berlaku bagi pekerja dengan masa kerja di bawah 1 tahun. Sementara pekerja di atas satu tahun mendapat gaji lebih tinggi  berdasarkan produktivitas kerja dan hasil negosiasi dengan pihak perusahaan tempat bekerja. 

UMP Jabar 2022 ditetapkan melalui Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 561/ Kep.717-Kesra/2021 tentang Upah Minimum Provinsi Jawa Barat Tahun 2022. 

Pengumuman UMP dilakukan Sekretaris Daerah Jawa Barat Setiawan Wangsaatmaja dalam sebuah jumpa pers di Gedung Sate, Kota Bandung, Sabtu (20/11/2021) malam. 

Batas akhir pengumunan UMP sejatinya 21 November 2021 namun karena tanggal tersebut bertepatan dengan hari libur maka menurut aturan pengumumannya maju satu hari. 

Besaran UMP Jabar 2022 atas rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Barat Nomor 561/015/XI/Depeprov tanggal 16 November 2021. Dewan Pengupahan terdiri dari serikat pekerja, pengusaha, dan Pemda Provinsi Jawa Barat. 

Pada 15 November 2021, Dewan Pengupahan melaksanakan rapat pleno membahas rekomendasi penyesuaian UMP kepada Gubernur. Namun serikat pekerja tidak hadir sehingga sesuai aturan rapat ditunda satu hari. Pada 16 November Dewan Pengupahan rapat pleno kedua dan kembali serikat pekerja tidak datang, sehingga tata tertib dapat dilanjutkan untuk mengambil keputusan. 

Rapat pleno pengambilan keputusan tersebut dicatat dalam Berita Acara Nomor 561/014-BA/XI/Depeprov/2021 Depeprov Jawa Barat. Keluar hasil bahwa batas atas upah UMK di Jabar adalah Rp3.540.015,32, sementara batas bawah 1.770.007,66 atau 50 persen dari batas atas. 

Dikarenakan UMP Jabar 2021 sebesar Rp1.810.351,36 atau masih di bawah batas bawah, maka UMP 2022 dinaikkan menjadi Rp1.841.487,31. 

Formulasi perhitungan UMP menggunakan data pada tingkat provinsi masing-masing yang bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang statistik dalam hal ini Badan Pusat Statistik. 

Setelah BPS keluar dengan perhitungannya, maka data akan diserahkan ke Kementerian Tenaga Kerja lalu dikirimkan ke gubernur.  

Sekda Setiawan Wangsaatmaja menjelaskan, penghitungan UMP 2022 ini yang pertama kali menggunakan PP 36 tahun 2021 tentang Pengupahan. Disebutkan bahwa kebijakan upah tenaga kerja merupakan bagian dari program strategis nasional sehingga harus dijalankan sebaik- baiknya oleh kepala daerah. 

Semuanya mengandung konsekuensi kalau ada pihak yang tidak melaksanakan amanat undang – undang. 

“Apabila kita tidak melaksanakan bisa kena sanksi. Gubernur tidak melaksanakan akan dikenai sanksi oleh menteri (Mendagri), apabila Bupati/Wali kota tidak melaksanakan akan disanksi gubernur. 
Saat ini Pemda Provinsi Jawa Barat sedang melaksanakan (amanat undang – undang),” ujar Setiawan.  

Implementasi PP 36/2021 ini juga yang kali pertama dan menggunakan instrumen batas atas dan batas bawah. UMP 2022 yang saat ini diumumkan merupakan batas minimum upah yang berlaku bagi pekerja dengan masa kerja di bawah satu tahun.

Namun jika perusahaan punya kebijakan lain maka upah dapat ditambah tapi tidak boleh kurang dari UMP 2022. Sementara untuk pekerja dengan masa kerja di atas satu tahun bisa mendapat upah lebih tinggi.  

UMP yang naik ini akan menjadi modal dasar penghitungan upah minimum kabupaten/kota (UMK) yang menurut aturan paling lambat harus diumumkan pemda kabupaten/kota 30 November 2021. 

“Berdasarkan simulasi daerah tertinggi itu Karawang dan terendah Kota Banjar. (Komposisinya) masih sama seperti tahun lalu,” sebut Setiawan. Tahun lalu, UMK Karawang Rp 4.798.312 dan terendah Kota Banjar Rp1.831.884. 

Sekda berharap semua pihak dapat menerima hasil keputusan ini dan menjaga kondusivitas Jawa Barat. Kepada pengusaha segera melaksanakan apa yang telah diundangkan oleh pemda baik provinsi maupun kabupaten/kota. 

UMP 2022 Jabar mulai berlaku per 20 November 2021, sedangkan UMK akan berlaku 1 Januari 2022. Pengusaha berdasarkan PP 36/2021 dilarang mengajukan penangguhan UMK ketika tiba saatnya ditentukan pemda kab/kota nanti. “Pengusaha tidak dapat menangguhkan dan itu ada konsekuensi dan sanksi,” tegas Setiawan. 

Sekda juga menegaskan pengusaha wajib memenuhi hak – hak pekerja sesuai PP 36/2021 di antaranya uang lembur, THR, izin kerja untuk alasan keluarga seperti menikah, menikahkan anak, khitan anak, serta melahirkan dengan upah tetap dibayar, kemudian jika ada keluarga meninggal dunia. Pekerja juga berhak dapat bonus jika perusahaan untung. 

Sementara kepada pekerja, Sekda sangat memahami apa yang dirasakan dan dialami, namun saat ini perekonomian sedang turun akibat pandemi COVID-19. Jabar sedang akan bangkit seiring penurunan kasus, dan kebijakan pengupahan ini diharapkan menjadi solusi bersama. 

“Program strategis pengupahan satu kebijakan bagaimana kita mendapatkan win win solution. Kita tetap bisa bekerja begitu pun pengusaha. Jangan sampai kita semangat menaikkan upah pekerja, tapi di satu sisi banyak industri terpukul akibat pandemi,” jelas Setiawan.

Untuk meringankan beban pekerja, Pemda Provinsi Jawa Barat bersinergi dengan Pemerintah Pusat dan pemda kabupaten/kota guna melaksanakan program – program kesejahteraan khusus pekerja. Seperti misalnya subsidi untuk upah, pendidikan dan pelatihan pekerja, serta bansos untuk asosiasi dan organisasi pekerja. 

“Kami terus memikirkan solusi terbaik, di samping melaksanakan amanat undang – undang,” kata Setiawan.  

Sekda berharap Pemda Kabupaten/Kota segera memproses UMK di masing – masing wilayah dengan kehati – hatian dan tetap menjaga kondusivitas. Menurutnya, dengan kebijakan baru ini upah di Jabar menjadi lebih sehat di mana ketimpangan upah antardaerah yang sebelumnya terasa lambat laut bisa dikurangi.

“Gap antarkabupaten/kota terus kita balancing sehingga tidak terjadi pergeseran (perpindahan) industri ke daerah yang upahnya lebih rendah,” kata Setiawan. (Ter) 

×
Berita Terbaru Update