Hal ini membuat mereka berpikir dua kali untuk melanjutkan menanam jahe kembali
Padahal daerah Toba merupakan salah satu daerah penghasil jahe di Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Ada ratusan hektar lahan jahe dikelola oleh petani setiap tahunnya secara berkesinambungan, baik jahe putih maupun jahe merah.
Salah seorang petani jahe merah, P Sirait (37), warga Desa Lintong Julu, Kecamatan Lumbanjulu, Kabupaten Toba, mengaku mengalami kerugian yang cukup besar atas nilai jual jahe merahnya yang hanya dihargai sekitar Rp1.500 per Kg.
Untuk harga jahe merah sekarang, sekitar Rp 1.500 per Kilogramnya, kalau kami kalkulasikan biaya per rantenya itu, sekitar Rp 4.200.000 an.
"Jadi, kalau panen dalam satu Rante kurang lebih 1 Ton dan hanya menghasilkan sebanyak Rp. 1.500.000, kita mengalami kerugian sekitar Rp 2.700.000 per Rantenya," sebut P.Sirait, Jumat (15/10/2021).
Sirait berharap kepada pemerintah, agar memberikan perhatian khusus untuk para petani jahe supaya tidak mengalami kerugian terus menerus.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Perindagkop Kabupaten Toba, Ir.Tua Pangaribuan mengatakan turut prihatin dengan anjloknya harga jahe hingga mengalami kerugian yang cukup besar dan menyarankan kepada petani untuk membentuk kelompok seperti koperasi.
"Kita sarankan kepada para petani jahe untuk membentuk kelompok atau komunitas sebagai wadah penampung hasil panen jahe untuk langsung berhubungan dengan pihak produksi. Sehingga tidak dipermainkan oleh agen pengumpul," kata Tua Pangaribuan.
Kendati demikian, sebut Tua Pangaribuan, melalui dinasnya akan segera melakukan pembinaan untuk petani jahe agar segera membentuk kelompok koperasi selanjutnya akan disandingkan dengan industri yang menggunakan bahan baku jahe.
Karena pemerintah tidak membuat aturan terkait standar harga minimal jahe. Kita juga akan membina kelompok koperasi tersebut bagaimana cara menjual atau memasarkan jahe melalui digital marketing.
"Baik dari media sosial, supaya para petani jahe Kedepannya bisa sejahtera," kata Tua Pangaribuan. (MC/Ung)