Museum Konfrensi Asia-Afrika di Bandung
Bandung.Internaionalmedia.id.-Museum KAA dalam
bingkai Peringatan 66 Tahun Konferensi Asia Afrika di tahun 2021 ini
menggaungkan tagline “Museum untuk Semua" sebagai komitmen Museum KAA
untuk menjadi museum yang terbuka dan inklusif untuk semua kalangan masyarakat.
Komitmen itu diwujudkan melalui peluncuran dua
produk media belajar berupa buku braille dan buku suara (audiobook) The Bandung
Connection serta satu media video Museum untuk Semua: Empat Dekade Perjalanan
Museum KAA di Ruang Utama Gedung Merdeka-Museum KAA, Rabu, 28 April 2021.
Penerbitan Buku Braille dan Buku Suara (Audiobook)
The Bandung Connection oleh Museum KAA ini merupakan buku sejarah Konferensi
Asia Afrika yang pertama kalinya diproduksi dalam edisi Braille dan Buku Suara.
Pemilihan buku The Bandung Connection sebagai edisi
perdana buku sejarah KAA dalam format buku braille dan buku suara dikarenakan
buku ini ditulis oleh pelaku sejarah KAA, Roeslan Abdulgani, Sekretaris
Jenderal Konferensi Asia Afrika.
Peluncuran ketiga produk media belajar baru Museum
KAA ini lebih lanjut bertujuan untuk mempertegas kembali komitmen Museum KAA
sebagai museum yang terbuka dan inklusif untuk semua, termasuk bagi kalangan
disabilitas.
Berbagai upaya yang telah dijalankan Museum KAA
untuk menjadi museum yang inklusif bagi penyandang disabilitas telah sesuai
dengan amanat UN Convention on the Rights of Persons with Disabilities.
Aksesibilitas Museum KAA untuk penyandang disabilitas
saat ini terus dilengkapi di Museum KAA. Di antaranya, Braille Corner di
Perpustakaan Museum KAA, serta berbagai koleksi buku audio dan koleksi buku
braille.
Kemudian, Museum KAA juga telah membekali para
edukatornya dengan kemampuan pelayanan bimbingan edukasi yang ramah
disabilitas, termasuk akses masuk museum dan program edukasi bagi penyandang
disabilitas yang dijalankan oleh Sahabat Museum KAA.
Buku Braille dan Buku Suara The Bandung Connection
yang telah diluncurkan ini akan digandakan dan disumbangkan kepada BLBI Abiyoso
dan Yayasan Mata Hati Indonesia supaya dapat diterima tepat sasaran bagi
penyandang disablitas yang memerlukannya.
Diharapkan upaya pelestarian nilai-nilai KAA kini
lebih luas dengan melibatkan penyandang disabilitas. Hal ini juga menandai
kesetaraan akses pendidikan bagi semua kalangan masyarakat.(Lys)