Jakarta.Internationalmedia.id.- Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) bersama Alodokter menyelenggarakan kegiatan Kelas Jurnalis dengan tema “Peran Media Dalam Mengedukasi Masyarakat Mengenai Perilaku Hidup Bersih Melalui Pemahaman Air Minum Terstandarisasi”.
Kegiatan
ini merupakan salah satu upaya edukasi kepada masyarakat luas mengenai isu
kesehatan terkait pentingnya perilaku mengonsumsi air minum yang layak,
berkualitas dan terstandarisasi.
“Kita
tahu seberapa pentingnya air untuk tubuh. Organ-organ penting di dalam tubuh
tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa air yang cukup dan berkualitas. Namun,
kami melihat bahwa masih minim sekali pemahaman masyarakat akan pentingnya air
minum berkualitas dari tubuh.
Maka
dari itu, PWI bersama dengan Alodokter membuat acara kelas jurnalis ini yang
bertujuan untuk mengedukasi masyarakat luas lewat rekan-rekan jurnalis sehingga
dapat lebih cermat dalam memilih air untuk dikonsumsi,” kata Atal S. Depari,
Ketua Umum PWI Pusat.
Kualitas
indeks air di Indonesia dikatakan masih sangat buruk, yang mana data dari Badan
Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa pada tahun 2018, 10 dari 24 provinsi
di Indonesia masih memiliki sumber air yang terkontaminasi bakteri yang cukup
tinggi.
Menurut
BPS, pada tahun 2019 pun masih cukup banyak masyarakat yang memanfaatkan sumber
air tidak terlindungi, seperti air dari sumur atau sumber yang illegal untuk
memenuhi kebutuhan air minumnya.
Firdaus
Ali, Pendiri dan Pimpinan Indonesia Water Institute (IWI) sekaligus Staf Ahli
Kementerian PUPR Bidang ESDM mengatakan, “Indonesia saat ini tengah mengalami
permasalahan air minum bersih karena adanya kelangkaan air baku untuk air
bersih perpipaan yang langsung dialirkan ke rumah.
Selain
itu, adanya pencemaran sumber air baku karena lokasinya yang dekat dengan
pencemar, ekstraksi dalam tanah yang berlebihan dan tingginya produksi ilegal
air minum di tengah masyarakat. Sehingga, tidak mengherankan jika sulit sekali
menemukan air minum yang berkualitas dan tidak terkontaminasi bakteri.”
Untuk
mengetahui air minum yang berkualitas, penting sekali memperhatikan jarak
antara sumber air dan pencemar, seperti jamban atau septic tank, kandang
ternak, saluran pembuangan air, dan tempat pembuangan sampah.
Jika
terlalu dekat – yakni kurang dari 10 meter, sumber air bisa tercemar oleh
limbah rumah tangga, limbah industri dan logam berat. Air dari sumber tersebut
juga dapat terkontaminasi bakteri berbahaya, seperti Pseudomonas, Klebsiella,
Enterobacter, Salmonella, dan E. coli.
Infeksi
bakteri E. coli pada saluran pencernaan dapat menimbulkan beragam gejala, salah
satunya yang paling umum adalah diare. Di Indonesia, kasus penyakit diare
terbilang sangat tinggi, yakni lebih dari 7 juta total kasus pada tahun 2019.
Pada bayi dan balita, penyakit diare bahkan merupakan salah satu penyebab
kematian tertinggi dengan jumlah kasus lebih dari 1.000 kematian.
Menurut
Spesialis Penyakit Dalam dan Konsultan Gastroenterologi-hepatologi dr. Kaka
Renaldi, Sp.PD, KGEH, “Infeksi bakteri E. coli pada saluran pencernaan juga
bisa menyebabkan kondisi yang disebut sindrom hemolitik uremik.Kondisi yang
rentan terjadi pada anak-anak dan lansia ini menyerang sel darah merah dan sel
keping darah (platelet) serta dapat menyebabkan gagal ginjal.”
Selain
itu, dr. Kaka juga menambahkan bahwa ibu hamil yang terinfeksi bakteri E. coli
melalui saluran kencing (uretra) juga bisa mengalami infeksi saluran kemih dan
infeksi ginjal. Infeksi ini kemudian bisa berkembang dan menyebabkan infeksi
selaput otak pada bayi dalam kandungannya, hingga keguguran.
Sehingga,
pemilihan air dengan seksama disarankan kepada seluruh masyarakat untuk
mengadopsi hidup bersih dengan mengonsumsi air minum yang berasal dari sumber
yang terlindungi.
Kualitas
air minum juga ternyata sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup seseorang di
masa depan. Menurut Peneliti Depot Air Minum Isi Ulang, Sri Yusniati I. Sari,
“Saat ini, sekitar 48% dari masyarakat menengah ke bawah di perkotaan
menggunakan air kemasan dan isi ulang sebagai cara praktis untuk memenuhi
kebutuhan air minum dalam rumah tangganya. Namun, tidak banyak yang memahami
perbedaan kualitas air minum yang ada di pasaran.”
Ditambahkan,
“Akibat laju urbanisasi yang cepat, fenomena air minum isi ulang kian menjamur
di perkotaan. Pertumbuhan Depot Air Minum (DAM) di DKI Jakarta meningkat hingga
800%, dan didapatkan bahwa banyak air minum isi ulang memiliki kualitas yang
rendah, yang mana sekitar 40% galon isi
ulang dan 25,3% keran outlet terdapat bakteri E. coli.
Masyarakat
juga harus lebih berhati-hati karena masih banyak sekali DAM yang tidak resmi
dan tidak mematuhi standardisasi
pemerintah. air minum yang jernih dan tidak berasa belum tentu bebas dari
bakteri.”
Kepedulian
terhadap distribusi air minum yang bersih dan berkualitas pun terus digalakkan
oleh berbagai pihak terkait, salah satunya adalah Indonesia Urban Water,
Sanitation and Hygiene (IUWASH) selaku lembaga non-profit yang mendedikasikan
visi dan misinya untuk meningkatkan layanan, penguatan kinerja, dan advokasi di
sektor air bersih kepada seluruh masyarakat Indonesia.
“Ada
beberapa tantangan untuk menyediakan air layak minum di perkotaan dan salah
satunya adalah distribusi air minum bersih yang belum merata, khususnya bagi
mereka yang berpenghasilan rendah. Kelompok ini juga dipersulit dengan biaya
“Sambung Baru” PDAM yang cukup tinggi.
Oleh
karena itu, diperlukan opsi layanan akses air layak minum dan terjangkau,
seperti sambungan air minum di wilayah perkotaan dengan Master Meter dan SPAM
Komunal,” ungkap Alifah Sri Lestari, Deputy Chief of Party USAID IUWASH PLUS.
Namun,
melihat infrastruktur dan kondisi pandemi yang belum kunjung pulih, masyarakat
diharuskan untuk cepat mengoptimalkan perilaku hidup bersih, baik dalam menjaga
kebersihan lingkungan dan tubuh.
Firdaus
Ali menuturkan, “Selama pandemi COVID-19, masyarakat semakin membutuhkan air
bersih untuk dikonsumsi, yang mana telah terjadi peningkatan konsumsi AMDK
sebagai alternatif sumber air minum. Tahun lalu, sekitar 88% responden kami
menggunakan kemasan galon dan sisanya menggunakan beragam jenis kemasan,
seperti botol dan gelas.”
“Meski
sudah adanya peningkatan untuk menjalani hidup bersih, masyarakat dianjurkan
untuk terus melakukan pengecekan keamanan dan kualitas air kemasan, dengan
memperhatikan produsen air minum yang telah memiliki sertifikasi BPOM, melihat
tempat penyimpanan airnya, pengelolaannya dan lokasi pendistribusiannya,”
tambahnya.
Kesehatan
masyarakat merupakan salah satu faktor terpenting untuk membangun ketahanan dan
daya saing nasional. Kesehatan masyarakat berkaitan erat dengan kualitas air
minum yang dikonsumsi setiap harinya. Maka dari itu, pemahaman akan pola hidup
bersih dan menjaga asupan yang sehat dapat membantu Indonesia melahirkan sumber
daya manusia unggul di masa depan.(Rel)