Notification

×

Iklan

Iklan

Mengapa, Tidak Ada Kader di Jajaran Direksi baru Pos Indonesia ?

Senin, 28 September 2020 | 13:06 WIB Last Updated 2020-09-28T06:14:20Z


Oleh: Lyster Marpaung


 PENANTIAN yang sangat panjang bagi para insan pos terwujud sudah. Mereka punya Direksi baru. Pada hari Kamis 24 September 2020, enam Direksi baru Pos Indonesia, dilantik di Kementerian BUMN Jakarta.


Mereka diberi pemimpin baru yang akan mengawaki perusahaan plat merah ini ke arah yang lebih baik lagi. Mereka gembira mendengar kabar baik itu. Namun, kegembiraan itu tidak lama berlangsung, sirna kegembiraan itu.Mereka sontak.

 

Kenapa?, tak satupun nama di antara 6 jumlah Direksi baru tersebut dari kader Pos yang selama ini bekerja keras mempertahankan eksistensi Pos ditengah ketatnya gempuran  persaingan, derasnya arus informasi, dan kecanggihan teknologi yang tak terbendung tersebut. Dalam perjalanan operasional Pos kader tetap diutamakan.

 

Sayang, apa sedemikian parahnya SDM Pos Indonesia sehingga tidak ada yang layak untuk duduk dijajaran Direksi. Mungkin tidak ada link politik atau kedekatan dengan pemegang saham. Atau sama sekali tidak ada yang”berbobot”?.

 

Tadinya, para kader bisa duduk bersama untuk memecahkan dan mencari solusi untuk membangkitkan Pos dari keterpurukannya. Memang, memajukan Pos tidak harus duduk dijajaran Direksi. Namun secara psikologis berdampak buruk karena mereka bisa menganggap, kinerja mereka dianggap remeh.

Kemungkinan bisa terjadi kurangnya dukungan/penerimaan dari pegawai level pimpinan, baik di Pusat, Regional maupun UPT.Direksi saat ini harus punya kiat yang tepat agar bisa meraih dukungan dari internal Pos.

Ada juga dikalangan insan Pos yang berpendapat dengan komposisi Direksi baru minus kader ini dijadikan introspeksi bagi para karyawan. Sebab selama beberapa tahun terakhir ini, hiruk pikuk terjadi didalam tubuh Pos. Saling menjelek-jelekkan, saling sikut.

 

Ada yang seolah-olah demi perusahaan dan tak sedikit pula demi kepentingan pribadi. Tidak ada lagi kekompakan. Mungkin ini salah satu yang menjadi pertimbangan Pemerintah melalui BUMN sebagai pemegang saham untuk tidak mendudukkan dulu kader Pos dijajaran Direksi. Bisa dipahami.


Andil Pemerintah

Sudah sejak beberapa tahun ini Pos Indonesia,terpuruk sampai Pos berhutang Rp 1 triliun lebih. Hutang ini sebenarnya tidak besar dibandingkan asset Pos Indonesia yang saat ini ada Rp 7 triliun. Sesuai dengan aturan, Pos bisa berhutang hingga Rp 3 triliun.

 

Keterpurukan Pos Indonesia ini merupakan andil pemerintah. Selama ini, pemerintah melihat pos “sebelah mata”. Teriakan karyawan hanya ditampung tanpa direalisasikan. Kasus demi kasus dibiarkan berlarut-larut tanpa ada penyelesaian yang jelas. Tidak ada keberpihakan pemerintah. Support pemerintah kepada Pos Indonesia Wanprestasi.

 

Contoh, Pos Indonesia masih melayani Layanan Pos Universal yang merupakan PSO(Public Service Obligation) dari pemerintah. Berbeda dengan PSO yang diberikan kepada BUMN lain, pemerintah tidak memberikan penggantian subsidi secara utuh.Pemberiannya dicicil pula. Semisal Rp 700 miliar/tahun, bisa dicicil beberapa kali.

 

Kemudian, UU Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos. Penyelenggara Pos adalah suatu badan usaha yang menyelenggarakan pos. Pasal itu melegitimasi swasta terjun di dunia pos di mana pos adalah layanan komunikasi tertulis dan/atau surat elektronik, layanan paket, layanan logistik, layanan transaksi keuangan, dan layanan keagenan pos untuk kepentingan umum.

 

Namun liberalisasi itu dinilai PT Pos Indonesia menjadi simalakama. Di sisi lain swasta hanya mengambil jalur yang menguntungkan, tetapi PT Pos Indonesia harus meng-cover seluruh Indonesia, termasuk jalur ekspedisi yang merugikan secara bisnis.


Berdasarkan ketentuan tersebut dapat diartikan bahwa penyelenggaraan pos dapat dilaksanakan oleh siapa pun sepanjang telah memenuhi kriteria dan persyaratan sebagai badan usaha yang menyelenggarakan pos.

 

Akibatnya, PT Pos Indonesia kehilangan hak eksklusifnya sebagai pos negara. Dan bahkan menjadi tidak ada bedanya dengan penyelenggara pos non-negara. Di sisi lain, PT Pos Indonesia sebagai pos negara masih dibebani kewajiban menyelenggarakan pelayanan umum. Masalah ini, kini digugat di Mahkam Konsitusi(MK). PT Pos Indonesia minta MK Hapus UU Pos tersebut.

 

Atas permasalahan rumit yang terjadi dalam tubuh pos ini, apakah para karyawan akan membiarkan para Direksi yang baru ini jalan sendiri-sendiri dengan para  karyawan. Tidak, 273 tahun Pos Indonsia hadir melayani di negeri ini belum pernah hal semacam itu terjadi dan tidak akan terjadi.

 

Apapun itu, mari kita berikan kesempatan kepada 6 direksi baru ini untuk bekerja. Bila dilihat dari pengalaman kerja masing-masing mereka, cukup potensial, profesional pada bidang mereka masing-masing, Pasti bisa diandalkan membangkitkan Pos dari keterpurukannya.


Inilah Susunan dan nama-nama Direksi baru Pos Indonesia minus kader tersebut.

Faizal Rochmad Djoemadi (Dir Utama) Sebelumnya : Direktur Digital Business dari Telkom setelah sebelumnya menjadi Direktur Utama Telekomunikasi Indonesia International.

 

Tonggo Marbun (Dir SDM & Umum) Sebelumnya : Senior Vice President Human Capital Engagement at PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.

 

Endy Pattia Rahmadi Abdurrahman (Dir Keu) Sebelumnya : Komisaris Independenden PT Zurich, Ex Chief Executive Officer at Bank Muamalat Indonesia Tbk

 

Nezar Patria (Dir Kelembagaan) sebelumnya : Pemimpin Redaksi The Jakarta Post.

 

Hariadi (Dir Kurir & Logistik) sebelumnya : Director at Quantium Solutions Logistics Indonesia (Part of Singapore Post Group)

 

Direksi Lama: Charles Sitorus (Dir Jaringan & Layanan Keuangan) sebelumnya menjabat sbg DIrektur Komersil. (Penulis, adalah wartawan/Penikmat Pos, tinggal di Bandung)

×
Berita Terbaru Update