![]() |
Menteri Keuangan Arab Saudi Mohammed al-Jadaan. |
Sektor
tersebut di antaranya kesehatan dan pendidikan.
Ia menyebut
privatisasi setidaknya bakal meraup 50 miliar dolar AS (sekitar Rp 729,13
triliun) dalam 5 tahun ke depan, dilansir Reuters, Rabu (22/7/2020).
Dikatakan, Arab
Saudi tengah mengalami resesi yang tajam tahun ini, dampak pandemi virus
Covid-19. Anjloknya harga minyak juga membuat pendapatan minyak jeblok.
International
Monetary Fund (IMF) memperkirakan terjadinya kontraksi hingga 6,8 persen tahun
2020 ini. Namun Jadaan mengatakan kontraksinya bisa lebih rendah dari angka
tersebut.
Arab Saudi
telah melipatgandakan pajak pertambahan nilai menjadi 15 persen bulan ini
karena berupaya meningkatkan kas negara.
Arab Saudi
telah mengumpulkan 12 miliar dolar AS (sekitar Rp 174,89 triliun) melalui
obligasi internasional sejauh ini. "Dan akan meningkatkan penerbitan utang
lokal dibandingkan dengan rencana aslinya," kata Jadaan.
IMF pernah
menyebut wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara bakal turun ke titik terendahnya
selama 50 tahun, karena Covid-19 dan rendahnya harga minyak.
Pertumbuhan
ekonomi di wilayah tersebut diperkirakan minus 5,7% bahkan bisa minus 13%
apabila ada konflik yang muncul di negara tersebut. Angka ini lebih rendah 2,4%
dibanding prediksi IMF sebelumnya pada April 2020.
Hancurnya
ekonomi dua wilayah ini akan membuat tingkat kemiskinan dan pengangguran
meningkat. Sementara dari sisi fiskal, bakal membuat defisit dan utang
membengkak.
"Wilayah
ini menghadapi krisis lebih, tidak seperti wilayah lain. Ada dua tekanan yang
menghantam ekonomi wilayah ini," ujar Direktur IMF untuk Timur Tengah dan
Asia Tengah, Jiad Azour, dilansir dari AFP, Senin (13/7/2020).
Sejumlah
negara di Timur Tengah memberlakukan aturan lockdown untuk menekan penyebaran
virus corona, kebijakan ini makin menekan aktivitas ekonomi.
Sebagaimana
diketahui, harga minyak jatuh hingga duapertiga, karena pergerakan ekonomi
dunia yang terhambat penyebaran virus corona. Saat ini harga minyak pulih ke
kisaran US$ 40/barel.
Negara
eksportir minyak di wilayah ini memprediksi adanya kerugian pendapatan mencapai
270 miliar dolar AS (sekitar Rp 3.936 triliun) karena penurunan harga minyak.(*)