![]() |
4000 Lampion diterbangkan |
Magelang, Internationalmedia.id.-Puncak Peringatan Waisak 2569 BE/2025 berlangsung di Candi Borrobudur. Tepatnya di lapangan Marga Utama, Kompleks Candi Borobudur. Sebanyak 2.569 lampion mengudara di langit Borobudur, Kabupaten Magelang pada Senin (12/5/2025) malam.
Lampion-lampion itu diterbangkan oleh 4.000-an umat Buddha dan masyarakat dari berbagai penjuru dunia. Festival lampion tahun ini mengambil tema “Light of Peace” sebagai simbol harapan perdamaian dunia.
Sementara itu, Tzu Chi Indonesia seperti biasanya merayakan tiga hari besar secara bersamaan; yaitu Hari Waisak, Hari Ibu Internasional, dan Hari Tzu Chi Sedunia, dipusatkan di Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, Minggu(11/05).
Dikutip dari halaman Tzuchi, Perayaan tersebut dihadiri lebih dari dua ribu peserta juga melibatkan kehadiran 69 bhikkhu sangha, yang turut menyemarakkan acara dengan doa.
Di lantai 4 Aula Jing Si (Jing Si Tang) yang megah dan tenang, 69 bhikkhu Sangha duduk, mengisi ruangan bersama 2.930 peserta dari berbagai usia dan latar belakang. Udara dalam ruangan terasa hening namun hangat, membawa serta semangat cinta kasih yang terpancar dari wajah-wajah penuh sukacita. Peserta waisak juga memenuhi ruang Guo Yi Ting (lantai 3 Aula Jing Si) dan Fu Hui Ting (lantai 2 Aula Jing Si).
![]() |
Prosesi doa yang dipimpin Bhikku dan Sangha |
Bhante Pannavaro Mahatera menyampaikan pesan dengan mengajak para hadirin merenungi kembali titik mula perjalanan spiritual Siddharta Gautama, bermula dari seorang pangeran yang terguncang oleh penderitaan dunia, hingga menjadi guru agung yang membabarkan Dharma selama 45 tahun demi membebaskan makhluk dari duka.
“Setiap kali kita memperingati Waisak, kita sesungguhnya sedang diingatkan pada momen kesadaran mendalam dari Pangeran Siddharta,” ucap Bhante.
Lebih lanjut Bhante juga menjelaskan, “saat beliau melihat penderitaan di luar istana, orang sakit, orang tua, dan kematian, itulah awal dari kebangkitan kepedulian yang sejati. Ia mulai bertanya, ‘apakah ada jalan untuk membebaskan makhluk dari penderitaan ini’?”
Bhante Pannavaro Mahathera juga mengajak semua untuk berbagi dengan penuh kasih tanpa pamrih, sebagaimana yang dicontohkan oleh Buddha Gautama.
“ Berbagi penuh kasih tanpa pamrih, Itulah cinta kasih yang sejati. Bukan sekadar rasa kasihan, tetapi dorongan untuk bertindak. Namun Bhante Panna juga mengingatkan, bahwa cinta kasih bisa menjadi pedang bermata dua. Apabila tidak hati-hati, kepedulian pun bisa memancing keakuan. Bisa muncul rasa ingin dipuji, ingin dianggap mulia. Inilah yang justru menodai kasih itu sendiri,” jelasnya..
![]() |
Umat dan masyarakat yang mengikuti acara di Tzu Chi Center |
Disampaikan, ajaran kearifan Jawa yang sarat makna: Rame ing gawe, sepi ing pamrih yang berarti: aktif berkarya, tetapi tenang dari kepentingan pribadi dan rasa pamrih. “Namun jika tidak dilandasi cinta kasih sejati, semboyan ini bisa berubah menjadi 'rame ing gawe, rame ing pamrih'. Maka itulah sebabnya kita harus terus melatih diri agar kasih kita murni dan bebas dari pamrih.”
Di sela pesan spiritual tersebut, Bhante Panna juga menyampaikan apresiasi atas suasana Waisak di Tzu Chi yang menurutnya begitu tertata dan menyentuh hati. “Perayaan Waisak di Tzu Chi sangat rapi, hangat, dan khidmat,” ujar Bhante. (RBS)