Bandung.Internationalmedia.id.-Gubernur
Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil meminta pemerintah pusat untuk mendistribusikan
vaksin COVID-19 sebanyak 15 juta dosis setiap bulan, sehingga kekebalan komunal
atau herd immunity di Jabar dapat terealisasi pada akhir 2021.
"Kami
per bulannya membutuhkan 15 juta dosis sampai Desember. Total 76 juta dosis
untuk 37 juta sasaran bisa dilaksanakan," kata Kang Emil --sapaan Ridwan
Kamil-- saat menghadiri Vicon Audit Stok Vaksin Opname Vaksin COVID-19 bersama
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI Luhut Binsar Pandjaitan
dari Gedung Pakuan, Kota Bandung, Senin (9/8/2021).
Selain itu,
Kang Emil mengusulkan beberapa hal. Usulan itu bertujuan agar pelaksanaan dan
pendataan vaksinasi COVID-19 berjalan optimal. Usulan pertama mengenai data
vaksin COVID-19 yang didistribusikan oleh pemerintah pusat.
Pada
prinsipnya Pemda Prov Jabar mengapresiasi stakeholders yang membantu dengan
berinisiatif menggelar sentra-sentra vaksin di kab/kota. Namun datanya perlu
lebih dirapihkan agar kelompok sasaran tercatat di provinsi.
Oleh karena
itu, Gubernur meminta agar data dari sentra-sentra vaksin yang digelar atas
inisiatif stakeholders agar dilaporkan juga oleh panitia atau lembaga inisiator
melalui aplikasi SMILE (Sistem Monitoring Imunisasi dan Logistik Elektronik).
SMILE
merupakan aplikasi terintegrasi yang digunakan untuk memantau secara real time
logisitik rantai dingin vaksin dan penyimpanannya di seluruh titik penyedia
vaksin dari provinsi hingga tingkat puskesmas dan rumah sakit.
"Biar
mudah dalam kejernihan data, mau jenis vaksinnya apapun kalau boleh melewati
provinsi sehingga kalau lapor balik ke Pak Menkes, data yang langsung bisa kami
pertanggungjawabkan," katanya.
Gubernur
mendorong vaksinasi yang dilakukan TNI/Polri melalui program Serbuan Vaksin
sekarang bisa 100 persen menggunakan data SMILE.
"Sebagian
kegiatan TNI/Polri masih dalam proses pelaporan SMILE sehingga pencatatan
vaksinasi di provinsi belum bisa dikatakan seratus persen akurat. Ada data yang
sudah dirilis tapi ada juga yang belum terlaporkan. Untuk itu kami berharap
semua dapat memanfaatkan SMILE dengan lebih baik," katanya.
Kang Emil
juga meminta kejelasan data terkait dengan masyarakat yang disuntik vaksin
bukan di tempat asalnya. Sebagai contoh adalah ada warga non-Jabar, tetapi tinggal
dan disuntik vaksin COVID-19 di Kota Bandung.
"Kemudian
juga ada orang yang ber-KTP Jawa Barat, tapi domisili di provinsi lain.
Pertanyaan saya itu dihitung sebagai vaksinnya daerah tersebut tapi sebenarnya
warga Jawa Barat. Jangan sampai di lapangan terjadi misdata," ucap Kang
Emil.
"Jawa
Barat juga menyuntikkan warga KTP non-Jawa Barat karena vaksin tidak lagi
dibatasi oleh KTP. Dari data BPS ada 3 jutaan orang non-Jawa Barat yang
domisilinya di Jawa Barat tapi vaksinnya di Jawa Barat," tambahan.
Usulan
terakhir Kang Emil adalah meminta agar tenaga kesehatan yag ada di puskesmas
tidak dipinjam untuk kegiatan sentra vaksinasi. Karena menurutnya, hal ini
membuat kinerja tenaga kesehatan di puskesmas asalnya untuk menyuntikkan vaksin
menurun.
"Terakhir,
puskesmas ini kerjanya luar biasa, tapi sering tertahan oleh sentra vaksin.
Tugas utamanya yang rutin akhirnua agak terganggu karena SDM sering dipinjam
untuk sentra vaksin," ucapnya.
"Sehingga
targetnya seolah under perform padahal sedang dalam penugasan. Masukan saya
jika ada kegiatan nonrutin yang sentra vaksin kalau bisa SDM-nya jangan
mengambil dari puskesmas," imbuhnya.(Lys)